Kamis, 14 April 2011

Doa Minta Jodoh (Surat Terbuka Untuk Tuhan)

Tuhan...

Bolehkan aku mengintip sedikit, cukup wajahnya saja Tuhan, siapa yang jadi istriku kelak… Karena, jika telah kuketahui sosoknya sebelumnya.. Aku tak perlu khawatir akan keraguanku.

Pun, jika dia masih jauh dari jangkauanku, dengan senang hati aku akan memperjuangkannya, meskipun harus bercucur keringat darah karenanya.

Tuhan...

Tahukah Engkau Tuhan... Karena Engkau begitu pelit dengan segala rahasia-Mu, telah banyak hati yang terzalimi. Bahkan mungkin, nyaris melakukan tindakan yang jauh dari ampunan-Mu, yaitu merebut minuman yang harusnya menjadi hak serangga. Tak kasihan kah kau pada serangga itu Tuhan...

Ah! Maaf Tuhan... Jadi OOT. Jangan di-bata ya Tuhan.. :D

Tuhan..

Jika memang Engkau kekeuh tak berkenan memberi bocoran, pun tak mempan suap, it's ok Tuhan.

Aku pasrahkan semuanya dalam kehendak-Mu…

Jika kau memaksa menjodohkanku dengan Sandra Dewi, aku pun tak punya pilihan lain untuk menolak Tuhan...

Tapi, kurasa kasihan nanti.. Dunia akan gempar! Para ilmuwan akan panik! Mengetahui fenomena alam ini. Karena dalam era modern seperti sekarang, mu'jizat sudah dianggap hal yang absurd!

Untuk itu, tak perlulah Engkau memaksakan jodohku seorang wanita sempurna fisiknya Tuhan. Cukuplah, seorang yang membuatku nyaman ketika bersamanya.

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).

Tak perlulah dari keluarga ningrat. Cukuplah, jika ia dan keluarganya ikhlas menerimaku dan keluargaku menjadi bagian keluarga mereka, sama seperti keikhlasanku dan keluargaku menerima mereka menjadi keluarga kami yang baru.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS.Al-Hujurat(49):13).

Tak perlu memiliki harta melimpah, tapi cukuplah ia gemar bersedekah.

...dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan isterinya) adalah shadaqah." [alhadits]

Tak perlu berbudi pekerti luhur, tapi semoga ia bukan wanita keras kepala, tipis nuraninya, dan buta mata hatinya.

Tak perlu memiliki kecerdasan dan tingkat intelejensia di atas rata-rata, tapi cukuplah jika ia sadar dengan kerelaan menyerahkan diri sepenuhnya dalam tanggung jawabku.

Tak perlu harus selalu memahamiku, tapi cukuplah ia jika tak memberatkanku.

Tak perlu harus selalu melayaniku, tapi cukuplah jika ia ikhlas dalam keterpurukanku.

Tak perlu harus pintar masak, tapi cukuplah jika ia sadar dan mengerti bahwa dalam makanan ada keberuntungan, dan keberuntungan itu 'mahal'. Yang harganya tak bisa terbeli dengan ke'mubazir'an.

Tak perlu harus pintar mengurus rumah, tapi cukuplah jika ia bisa menjaga kehormatan 'rumah'. Orang jawa bilang: Mikul dhuwur, mendhem jero.

Tak perlu harus pintar dalam mendidik anak, tapi cukuplah jika ia tahu dan sadar, bahwa waktu kebersamaan tak bisa digantikan uang jajan. Dan, kasih sayang tak bisa digantikan maaf dan penyesalan.

Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).

Tak perlu seorang alim, tapi cukuplah jika ia bersedia mengingatkanku dan mau kuingatkan jika masing-masing dari kami berada dalam kekhilafan.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).

Ah! Requestku kebanyakan ya Tuhan...

Maaf ya Tuhan..

Tapi, bagaimanapun ia, jika ia pilihan-Mu, aku yakin itu terbaik untukku...

Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan rizki yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).


Last but Not Least Tuhan…

Ada ulama yang mengatakan, "Jodoh itu di Tangan Tuhan, tapi kalau ga diambil ya di Tangan Tuhan terus!"

Apa itu benar Tuhan?

Ah! Rahasia lagi...

No Prob Tuhan..

Karena aku tahu, dibalik semua rahasia-Mu, terdapat kebaikan yang memaksa setiap orang untuk terus meningkatkan ikhtiar dan tawakkalnya.

"Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49)

Akhirul kalam..

Terima kasih Tuhan telah mendengarkan rajukanku, hamba-Mu yang manja ini..

Ttd

RAHASIA‼!

(
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).

Senin, 04 April 2011

Selamat Datang di Dunia Muda-Mudi

Emang sih, zaman bertukar, musim berganti. Tapi, pergaulan muda-mudi masiiih aja dilematis. Serba salah.

Dulu, di masa Siti Nurbaya, banyak muda-mudi menjalani ‘kawin paksa’. Seorang pemuda yang mondar-mandir di depan rumah seorang gadis bisa babak-belur ‘dipermak’ orang sekampung. Kini di era “Pernikahan Dini”, banyak anak belia ‘terpaksa kawin’. Sepasang remaja yang berangkulan dan berciuman di dalam mal, di depan mata orang banyak di siang hari bolong, hanya mengundang ketidak-acuhan atau tatapan iri dari orang2 di sekitarnya.

Hiiii…. Merinding bulu roma kami ngeliat kasus2 main paksa. Di satu sisi, mencuat kasus2 ‘kawin paksa’ dan ‘pingitan seketat-ketatnya’. Di sisi lain, merebak pula kasus2 ‘terpaksa kawin’ dan ‘pergaulan sebebas-bebasnya’. Serba salah, kan?

Gimana kalo tiada paksaan? Belum tentu aman, euy! Bebas nikah pun ternyata nggak ngejamin kita luput dari masalah. Bener2 bikin penasaran.

Contohnya, di forum diskusi MyQuran.com «pd tgl: 12/25/02 jam 02:43:34», seorang ikhwan di Yogya yang bernama Jarot ngungkapin masalah “Pacaran Salah, Nikah Salah Juga” berikut ini:

Akhi wa Ukhti, semasa ‘jahiliah’ saya dulu, terus terang saja—seperti kebanyakan remaja lainnya—saya juga beberapa kali pacaran. Namun semuanya berantakan di tengah jalan begitu saja tanpa alasan-alasan yang prinsipil. Makanya, saya berpikir pacaran lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Apalagi belakangan saya nyantri kembali. Sebagai ikhwan tentu saja saya mencoba tidak pacaran dan langsung menikah saja dengan salah satu akhwat (meski rasanya lucu menikah dengan seseorang yang belum begitu kita kenal dekat. Bagaimana mau kenal dekat jika baru sedikit akrab saja sudah dibilang khalwat atau ikhtilath?). Eh, ternyata langsung menikah (tanpa pacaran dulu) juga salah. Artinya ya bubar.

Oooo… Iya, sih. Repot juga kalo langsung nikah tanpa kenal dekat lebih dulu. Iya kalo kebetulan cocok satu sama lain; kalo enggak, bubarlah pernikahan seperti pada kasus ikhwan Jarot tersebut.

Nunda Nikah Salah, Nikah Dini Pun Salah

Kami memaklumi, tindakan sebagian saudara kita (termasuk Jarot dalam curhat di atas) yang cepet2 nikah tanpa kenal dekat itu lantaran tingginya semangat mereka dalam ber-Islam. Sepengetahuan mereka, hampir semua proses menuju pernikahan di zaman Nabi berlangsung singkat sekali. Karenanya, mereka pun ingin cepet2 nikah sesuai kebiasaan pada masa Rasul itu.

Padahal, ketimbang pada masa Rasul, kini dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk ketemu jodoh yang sreg di hati. Makanya, jodoh pun tak kunjung tiba. Repot, kan?

Repotnya lagi, bersamaan dengan masa penantian jodoh yang tak kunjung tiba, kebutuhan akan kasih-sayang pada diri muda-mudi zaman sekarang ternyata kurang terpenuhi.

Gimana enggak? Terutama pada masyarakat perkotaan, gaya hidup individualistik kian merebak. Jangankan dengan tetangga desa, dengan tetangga sebelah rumah pun kurang begitu hangat. Jangankan hubungan kasih-sayang dengan saudara sepupu, dengan sesama saudara kandung pun seringkali sedingin salju Kutub Selatan.

Dalam kondisi kekurangan kasih-sayang gitu, apa saja yang diserap oleh mata dan telinga kawula muda kita setiap hari dan setiap malam? Peratiin!

Lagu remaja gimana yang paling rajin membombardir telinga muda-mudi? Yang romantis. Sinetron dan film remaja gimana yang paling giat memikat mata muda-mudi? Yang romantis. Cerpen dan novel gimana yang paling tekun merasuki hati-sanubari muda-mudi? Yang romantis. Segalanya serba romantis.

Nah! Begitu tersaji ‘fast food’ (yakni romantisnya si dia) yang menggiurkan di depan hidung, bagaimana mungkin air liur kaum remaja itu tak menetes? Ketika kekurangan kasih-sayang, bukankah dorongan untuk memperoleh cinta dari seseorang yang ‘istimewa’ menjadi teramat kuat?

Masya’ Allaah… Berat nian beban yang dipikul muda-mudi di masa kini. Lebih berat lagi, kebanyakan muda-mudi Islam itu belum dapat segera menikmati keromantisan sekenyang-kenyangnya, sebab mereka belum mampu menikah.

Lebiiiih berat lagi, lama banget jarak waktu antara dimulainya tahap kematangan seksual mereka dan mampunya mereka mandiri secara finansial untuk memasuki jenjang pernikahan. Bukan sekedar sehari dua hari atau pun seminggu dua minggu. Masa penantian ini bisa bertahun-tahun. Tentu, ini menimbulkan tekanan kejiwaan yang cukup berat di kalangan muda-mudi Islam.

Nganggur Salah, Cari Kerja Pun Salah

Ketika seruan segera nikah dituruti banyak muda-mudi aktivis masjid yang belum mapan, lalu rumah-tangga baru ini benar2 kewalahan memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat dan kerabat mereka acapkali cuek wek wek. Biasanya, para pasangan yang kelimpungan itu paling2 diminta sabar, sabar, dan sabar teruuuus.

Sebagian dari orangtua yang sudah tua dan telah mapan malah mengacungkan ‘kata-kata mutiara’ yang manis di mulut, tapi pahit di telinga: “Rajin pangkal kaya, malas pangkal miskin.” Mereka pikir, kemiskinan muda-mudi itu pastilah hasil dari kemalasan.

Mereka belum ngerti, tak sedikit orang kaya bermalas-malasan. Mereka hidup berkecukupan dengan mengandalkan bunga deposito bank dan dividen saham perusahaan besar.

Mereka yang menganggap rendah orang-orang miskin itu kurang observasi, banyak orang melarat tak sempat bermalas-malasan. Setiap hari, setiap siang, dan setiap malam, mereka kerahkan tulang dan keringat demi mengais rezeki.

Padahal, putih tulang dan basah keringat itu seringkali tak dapat diandalkan. Udah banting tulang peras keringat, tetaaap aja kaum yang lemah itu melarat. Meski udah rajin bekerja bertahun-tahun, kebutuhan hidup mereka masih kurang terpenuhi. Bahkan, banyak anak-anak miskin meninggal dunia lantaran sakit karena orangtua mereka yang masih muda dan belum mapan tidak mampu membiayai pengobatan.

“Mengapa muda-mudi itu masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan mereka sudah bekerja keras dan meyakini bahwa Allah ialah Maha Pemberi rezeki?”

Salah satu sebab utamanya, dalam pengamatan Abu Syuqqah, adalah dominasi perusahaan besar pada semua bidang kehidupan. Kenapa dominasi ini menyengsarakan kaum miskin, berikut ini penjelasan kami.

Produk usaha kecil yang dapat dikerjakan di rumah sendiri hampir selalu kalah bersaing dengan produk industri dari perusahaan besar. Akibatnya, tidak hanya pria muda, tetapi wanita muda pun terpaksa keluar meninggalkan rumah berbondong-bondong untuk saling berebut pekerjaan.

Namun, jumlah pencari kerja itu terlampau besar bila dibandingkan dengan lowongan yang tersedia. Makanya, sesuai hukum ekonomi, tak sedikit muda-mudi yang miskin itu terpaksa bersedia menerima upah di bawah ‘upah minimum’ yang ditetapkan Pemerintah. Padahal, ‘upah minimum’ itu sendiri teramat kecil, nggak cukup tuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, apalagi kebutuhan rumah-tangga.

Akibatnya, yang melarat itu tetap melarat, walau rajin bekerja. Susah, kan?

Indahnya Gaul Yang Tertata

Di pertengahan bab pertama, kita penasaran ngadepin dua macam dilema muda-mudi Islam yang bahayanya tidak kalah dari yang ‘kebut2an’: [1] Nganggur salah, cari kerja pun salah. [2] Nunda nikah salah, nikah dini pun salah. Padahal, mereka yang menghadapi dilema tersebut sudah berhati-hati dan tidak melanggar aturan. Tapi, kenapa mereka yang kurang gaul ini mengalami konflik batin dan jauh dari kesuksesan? What’s wrong with them?

Iya sih, mereka udah patuh ama aturan umum dari luar diri mereka. Tapi, mereka belum menyusun ‘aturan’ khusus untuk mereka dari dalam diri mereka sendiri. Hubungan dengan orang lain (termasuk lawan-jenis) mereka biarkan ‘mengalir’ begitu saja tanpa penataan. Mereka belum mengikuti metode gaul tertentu yang mereka tetapkan untuk mengatur pergaulan diri mereka sendiri.

Ibaratnya, motor baru 150 cc yang mereka punyai tidak mereka kendarai. (Bannya nggembos ‘kali, ya?) Mereka berjalan kaki sambil menyeret motor ini di jalur pantura Jawa, pada malam lebaran, dari Jakarta menuju Semarang. Ironis, kan? Lebih ironis lagi, mereka biarkan begitu saja ribuan kendaraan umum berroda empat berlalu-lalang melewati mereka. Mereka tidak menumpang kendaraan. Hasilnya, walau mereka berhati-hati berjalan kaki dan mematuhi semua aturan lalu lintas, mana mungkin mereka sampai di tujuan di hari lebaran?

Sekedar berhati-hati dan tidak melanggar aturan ternyata belum memadai. Makanya, jangan sekadar patuhi aturan, dong! Kita butuh metode perjalanan yang efektif. Dengan kata lain, kita perlu memanfatkan metode gaul yang efektif.

Bagaimanakah metode gaul (terutama dengan lawan-jenis) yang efektif? Kita akan membahasnya lebih lanjut di bawah ini.
Efektif Ikhtiar Semenjak Dini

Omong2… Kami seneng lho, nyodorin perumpamaan ‘tuk ilustrasi gagasan. Kayak tadi, kami pake istilah motor 150 cc, jalan kaki, kendaraan umum, aturan lalu lintas, dll. Mempermudah pemahamanmu, kan? Atau kau malah tambah pusing? Nggak suka bahan mentah? Maunya yang gampang ditelan bulat2 tanpa dimasak dulu?

Aduuuh, jangan manja, dong! Jangan mentang2 punya motor keren, trus tancap gas ‘unjuk gigi’ buat beli odol di kios sedekat 10 meter! Jangan mentang2 punya HP mutakhir, trus tiap hari sms-an ber-jam2 ama ‘tetangga kos’ di kamar sebelah! Jangan mentang2 tes semesteran telah dijadwal waktunya, trus belajarnya pake Sistem Kebut Semalam! Jangan mentang2 nikahnya kelak kalo udah siap berumah-tangga, trus ta’arufnya pake ‘SKS’: Sistem Kebut Sepekan!

Kalo nggak keberatan make Sistem Kebut Sepekan menjelang peminangan, itung dulu brapa lama kita akan hidup bersama suami/istri! Jika kita nikah pada usia 25 dan meninggal pada usia 75, maka kita akan hidup bersama suami/istri kita selama 50 tahun! Bayangin! Dua pertiga dari umur kita ini kita jalani bersama suami/istri kita. Akankah kita pertaruhkan masa 50 tahun hidup bersama hanya berdasarkan kenal-mengenal selama seminggu atau beberapa hari saja? Atokah kita siap kawin-cerai berulang-kali?

Kalo iya, bandingin! Jika seorang mahasiswa gak lulus suatu matakuliah, mungkin ia bisa ngulangi 5 kali dalam 5 tahun dengan kepala tegak! Tapi, jika kita gagal ngejalin hubungan manis dengan suami/istri kita, mungkinkah kita kawin-cerai 50 kali dalam 50 tahun dengan wajah polos bak bayi berumur 5 bulan? GilĂ© benerrrr!!! (Atokah kita ini anti cerai, dan pilih pura2 bahagia dalam rumah-tangga yang goncang melulu gara2 ‘beli kucing dalam karung’?)

Padahal, kalau saja penyebab kegagalan itu terdeteksi dan diatasi lebih dini, bukan hanya menjelang nikah, maka kemungkinan goyahnya rumah-tangga bisa berkurang drastis. (Belajar sungguh2 tiap hari, bukan hanya menjelang tes, juga mengurangi kemungkinan gagalnya kita dalam tes semesteran.)

Secara demikian pula, seandainya kesuksesan karir telah kita rintis dengan ‘kendaraan’ jejaring sejak dini, bukan hanya saat cari kerja selepas wisuda atau nganggur seusai PHK, maka peluang sukses kita pun lebih terbuka lebar.

Nah, lo!! Kayaknya ada pembaca yang manggut2, mengangguk-anggukkan kepala pertanda ngerti. Hihihi… Bagus!

Bila rajin belajar semenjak dini itu memperbesar peluang suksesnya ujian semesteran kita, maka rajin kenal-mengenal dengan lawan-jenis semenjak dini pun memperbesar peluang suksesnya kehidupan kita pada umumnya.

Keberatan ‘tuk rajin kenal-mengenal ama lawan-jenis semenjak dini? Tenaaang… Nggak berat2 amat, loh.… Ibaratnya, belajar dikit demi dikit tiap hari lebih ringan ketimbang belajar banyak sekaligus dalam semalam. Ibarat lain yang lebih jelas, menapaki 20 anak tangga satu demi satu, masing2 setinggi 20 cm, jauh lebih ringan daripada langsung melompat setinggi 400 cm.
Efektif Melangkah Secara Sistematis

Kita yakin, lebih baik menapaki 20 anak tangga satu demi satu, masing2 setinggi 20 cm, daripada langsung melompat setinggi 400 cm. Lebih ringan saat melaksanakan, hasilnya pun lebih sukses. Dengan kata lain, cara ini lebih efektif.

Dengan demikian, usai bersabar menjalin jejaring sekuat-kuatnya dan seluas-luasnya secara tertata atau sistematis, termasuk dengan lawan-jenis, sukseslah kita dalam mengarungi kehidupan.

Selain hidup sukses, ternyata gaul yang tertata secara sistematis itu mampu meredam konflik batin orang yang kurang gaul dan memperindah kecantikan batiniahnya sehingga tidak terlalu gaul. Jadi, solusi tersebut dapat memecahkan tiga macam masalah sekaligus. Sekali dayung, tiga pulau terlampaui.

Bahkan, dengan gaul yang tertata secara sistematis, ‘pulau’ kesuksesan yang bisa kita capai tidak hanya karir, tetapi juga jodoh ‘teman sehidup semati’. Bagaimana cara sistematis meraih kesuksesan berjodoh tanpa mengesampingkan aspek2 kehidupan lainnya, kita akan menyimaknya di bab mendatang. Sekali dayung, lebih dari tiga pulau terlampaui.