Selasa, 24 Juni 2014

Etika Politik Menurut Islam

Oleh Fauzi Abubakar

SIAPA pun yang terjun dalam bidang politik pasti memiliki kepentingan kekuasaan. Kekuasaan di mata Islam bukanlah barang terlarang, sebaliknya kekuasaan dan politik dianjurkan selama tujuannya untuk menjalankan visi-misi kekhalifahan. Untuk itu kekuasaan harus didapatkan dengan tetap berpegang pada etika Islam. Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memberikan panduan etika dalam kehidupan manusia. Karena itu etika dalam politik menjadi suatu keharusan. 

Fakta memperlihatkan bahwa tidak sedikit yang menghalalkan segala cara dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya berbagai kepentingan antarkelompok dalam kalangan elite politik adalah sebuah keniscayaan akan terjadinya konflik bahkan berujung pada penyelesaian dengan jalan kekerasan, jika tidak ada kesepahaman bersama. 

Etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, karena politik dipandang sebagai bagian dari ibadah, maka politik harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Di samping itu, politik berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat, karena itu prinsip-prinsip hubungan antarmanusia seperti saling menghargai hak orang lain dan tidak memaksakan kehendak harus berlaku dalam dunia politik.

Mestinya ketika membahas tentang etika politik saat ini tidak dipandang seperti berteriak di padang pasir yang tandus dan kering. Sementara realitas politik itu sebenarnya pertarungan antara kekuatan dan kepentingan yang tidak ada kaitan dengan etika. Politik dibangun bukan dari yang ideal dan tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara seperti yang diajarkan oleh Machiavelli. Sementara Immanuel Kant menyebutkan bahwa ada dua watak yang terselip di setiap insan politik, yaitu watak merpati dan watak ular. 

Pada satu sisi insan politik memiliki watak merpati yaitu memiliki sikap lemah lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme, tetapi di sisi lain juga memiliki watak ular yang licik dan selalu berupaya untuk memangsa merpati. Jika watak ular yang lebih menonjol daripada watak merpati, inilah yang merusak pengertian politik itu sendiri yang menurut filosof Aristoteles bahwa politik itu sendiri bertujuan mulia. Untuk itulah pentingnya etika politik sebagai alternatif untuk mewujudkan perilaku politik yang santun.

Pemikiran Aristoteles sejalan dengan konteks pemikiran Islam, al-Ghazali yang tidak memisahkan antara etika dan politik, keduanya saudara kembar yang tidak mungkin dipisahkan. Keduanya akan menentukan nilai baik-buruk atau benar-salah dari setiap tindakan dan keinginan masyarakat. Maka politik sebagai otoritas kekuasaan untuk mengatur masyarakat agar sesuai dengan aturan-aturan moral, bertanggung jawab, dan mengerti akan hak serta kewajibannya dalam hubungan kemasyarakatan secara keseluruhan. 

Di sini terlihat Islam sebagai way of life (pandangan hidup) yang baik dan memiliki moral code atau rule of conduct dalam melayani rakyat. Islam datang dengan resource yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan yaitu Alquran sebagai sumber utama dan dipertegaskan dengan Sunnah Nabi. Alquran sebagai dasar  bagi manusia kepada hal-hal yang dilakukan memberikan tekanan-tekanan atas amal perbuatan manusia (human action) dari pada gagasan. Artinya Alquran memperlakukan kehidupan manusia sebagai keseluruhan aspek yang organik, semua bagian harus dibimbing dengan petunjuk dan perintah-perintah etik yang bersumber dari wahyu, yang mengajarkan konsep kesatuan yang padu dan logis.

Dalam etika politik yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari masyarakat karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan seseorang (etika individual) dengan tindakan kolektif membutuhkan perantara yang berfungsi menjembatani kedua pandangan ini berupa nilai-nilai. Melalui nilai-nilai inilah politikus berusaha meyakinkan masyarakat agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Karena itu, politik disebut juga seni meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi dan kekerasan. 

 Nilai-nilai kebenaran
Etika politik merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan tangung jawab atas realitas kehidupan. Untuk itu realitas politik diupayakan dengan mengkonsepkan dan mengelaborasikan secara mendalam fenomena terhadap pandangan Alquran tentang etika dalam pelayanan rakyat.
Islam menetapkan nilai-nilai dasar dalam kehidupan politik, yaitu: Pertama, prinsip musyawarah (syura), dalam Islam tidak hanya dinilai prosedur pengambilan keputusan yang direkomendasikan, tetapi juga merupakan tugas keagamaan. Seperti yang telah dilakukan oleh Nabi dan diteruskan oleh khulafaur rasyidin. Firman Allah Swt: “..dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...” (QS. Ali Imran: 159)   

Kedua, prinsip persamaan (musawah), dalam Islam tidak mengenal adanya perlakuan diskriminatif atas dasar perbedaan suku bangsa, harta kekayaan, status sosial dan atribut keduniaan lainnya. Yang menjadikannya berbeda di mata Allah hanya kualitas ketakwaan seseorang sebagaimana firmanNya: “...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat: 13).

Ketiga, prinsip keadilan (‘adalah), menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam, terutama bagi para penguasa. Islam juga memerintahkan untuk menjadi manusia yang lurus, bertanggung jawab dan bertindak sesuai dengan kontrol sosialnya sehingga terwujud keharmonisan dan keadilan hidup, sebagaimana firman Allah Swt: “...Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).

Keempat, prinsip kebebasan (al-Hurriyah), dalam Islam prinsip kebebasan pada dasarnya adalah sebagai tanggung jawab terakhir manusia. Konsep kebebasan harus dipandang sebagai tahapan pertama tindakan ke arah perilaku yang diatur secara rasional berdasarkan kebutuhan nyata manusia, baik secara material maupun secara spiritual. Kebebasan yang dipelihara oleh politik Islam adalah kebebasan yang mengarah kepada ma’ruf dan kebaikan. Allah berfirman: “... Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...” (QS. Al-An’am: 164).

Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat berupa pedoman, keyakinan hukum atau aktifitas dan informasi. Prinsip-prinsip Islam dalam politik tersebut menentang pandangan politik menghalalkan segala cara. Pelaksanaan prinsip Islam dalam politik berlaku menyeluruh dalam sistem pemerintahan, karena sistem itu menjadi bagian yang integral dalam Islam.


* Drs. Fauzi Abubakar, M.Kom.I, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah, Lhokseumawe. Email: marhamah_rusdy@yahoo.com
Sumber : tribunnews.com