Senin, 04 April 2011

Indahnya Gaul Yang Tertata

Di pertengahan bab pertama, kita penasaran ngadepin dua macam dilema muda-mudi Islam yang bahayanya tidak kalah dari yang ‘kebut2an’: [1] Nganggur salah, cari kerja pun salah. [2] Nunda nikah salah, nikah dini pun salah. Padahal, mereka yang menghadapi dilema tersebut sudah berhati-hati dan tidak melanggar aturan. Tapi, kenapa mereka yang kurang gaul ini mengalami konflik batin dan jauh dari kesuksesan? What’s wrong with them?

Iya sih, mereka udah patuh ama aturan umum dari luar diri mereka. Tapi, mereka belum menyusun ‘aturan’ khusus untuk mereka dari dalam diri mereka sendiri. Hubungan dengan orang lain (termasuk lawan-jenis) mereka biarkan ‘mengalir’ begitu saja tanpa penataan. Mereka belum mengikuti metode gaul tertentu yang mereka tetapkan untuk mengatur pergaulan diri mereka sendiri.

Ibaratnya, motor baru 150 cc yang mereka punyai tidak mereka kendarai. (Bannya nggembos ‘kali, ya?) Mereka berjalan kaki sambil menyeret motor ini di jalur pantura Jawa, pada malam lebaran, dari Jakarta menuju Semarang. Ironis, kan? Lebih ironis lagi, mereka biarkan begitu saja ribuan kendaraan umum berroda empat berlalu-lalang melewati mereka. Mereka tidak menumpang kendaraan. Hasilnya, walau mereka berhati-hati berjalan kaki dan mematuhi semua aturan lalu lintas, mana mungkin mereka sampai di tujuan di hari lebaran?

Sekedar berhati-hati dan tidak melanggar aturan ternyata belum memadai. Makanya, jangan sekadar patuhi aturan, dong! Kita butuh metode perjalanan yang efektif. Dengan kata lain, kita perlu memanfatkan metode gaul yang efektif.

Bagaimanakah metode gaul (terutama dengan lawan-jenis) yang efektif? Kita akan membahasnya lebih lanjut di bawah ini.
Efektif Ikhtiar Semenjak Dini

Omong2… Kami seneng lho, nyodorin perumpamaan ‘tuk ilustrasi gagasan. Kayak tadi, kami pake istilah motor 150 cc, jalan kaki, kendaraan umum, aturan lalu lintas, dll. Mempermudah pemahamanmu, kan? Atau kau malah tambah pusing? Nggak suka bahan mentah? Maunya yang gampang ditelan bulat2 tanpa dimasak dulu?

Aduuuh, jangan manja, dong! Jangan mentang2 punya motor keren, trus tancap gas ‘unjuk gigi’ buat beli odol di kios sedekat 10 meter! Jangan mentang2 punya HP mutakhir, trus tiap hari sms-an ber-jam2 ama ‘tetangga kos’ di kamar sebelah! Jangan mentang2 tes semesteran telah dijadwal waktunya, trus belajarnya pake Sistem Kebut Semalam! Jangan mentang2 nikahnya kelak kalo udah siap berumah-tangga, trus ta’arufnya pake ‘SKS’: Sistem Kebut Sepekan!

Kalo nggak keberatan make Sistem Kebut Sepekan menjelang peminangan, itung dulu brapa lama kita akan hidup bersama suami/istri! Jika kita nikah pada usia 25 dan meninggal pada usia 75, maka kita akan hidup bersama suami/istri kita selama 50 tahun! Bayangin! Dua pertiga dari umur kita ini kita jalani bersama suami/istri kita. Akankah kita pertaruhkan masa 50 tahun hidup bersama hanya berdasarkan kenal-mengenal selama seminggu atau beberapa hari saja? Atokah kita siap kawin-cerai berulang-kali?

Kalo iya, bandingin! Jika seorang mahasiswa gak lulus suatu matakuliah, mungkin ia bisa ngulangi 5 kali dalam 5 tahun dengan kepala tegak! Tapi, jika kita gagal ngejalin hubungan manis dengan suami/istri kita, mungkinkah kita kawin-cerai 50 kali dalam 50 tahun dengan wajah polos bak bayi berumur 5 bulan? Gilé benerrrr!!! (Atokah kita ini anti cerai, dan pilih pura2 bahagia dalam rumah-tangga yang goncang melulu gara2 ‘beli kucing dalam karung’?)

Padahal, kalau saja penyebab kegagalan itu terdeteksi dan diatasi lebih dini, bukan hanya menjelang nikah, maka kemungkinan goyahnya rumah-tangga bisa berkurang drastis. (Belajar sungguh2 tiap hari, bukan hanya menjelang tes, juga mengurangi kemungkinan gagalnya kita dalam tes semesteran.)

Secara demikian pula, seandainya kesuksesan karir telah kita rintis dengan ‘kendaraan’ jejaring sejak dini, bukan hanya saat cari kerja selepas wisuda atau nganggur seusai PHK, maka peluang sukses kita pun lebih terbuka lebar.

Nah, lo!! Kayaknya ada pembaca yang manggut2, mengangguk-anggukkan kepala pertanda ngerti. Hihihi… Bagus!

Bila rajin belajar semenjak dini itu memperbesar peluang suksesnya ujian semesteran kita, maka rajin kenal-mengenal dengan lawan-jenis semenjak dini pun memperbesar peluang suksesnya kehidupan kita pada umumnya.

Keberatan ‘tuk rajin kenal-mengenal ama lawan-jenis semenjak dini? Tenaaang… Nggak berat2 amat, loh.… Ibaratnya, belajar dikit demi dikit tiap hari lebih ringan ketimbang belajar banyak sekaligus dalam semalam. Ibarat lain yang lebih jelas, menapaki 20 anak tangga satu demi satu, masing2 setinggi 20 cm, jauh lebih ringan daripada langsung melompat setinggi 400 cm.
Efektif Melangkah Secara Sistematis

Kita yakin, lebih baik menapaki 20 anak tangga satu demi satu, masing2 setinggi 20 cm, daripada langsung melompat setinggi 400 cm. Lebih ringan saat melaksanakan, hasilnya pun lebih sukses. Dengan kata lain, cara ini lebih efektif.

Dengan demikian, usai bersabar menjalin jejaring sekuat-kuatnya dan seluas-luasnya secara tertata atau sistematis, termasuk dengan lawan-jenis, sukseslah kita dalam mengarungi kehidupan.

Selain hidup sukses, ternyata gaul yang tertata secara sistematis itu mampu meredam konflik batin orang yang kurang gaul dan memperindah kecantikan batiniahnya sehingga tidak terlalu gaul. Jadi, solusi tersebut dapat memecahkan tiga macam masalah sekaligus. Sekali dayung, tiga pulau terlampaui.

Bahkan, dengan gaul yang tertata secara sistematis, ‘pulau’ kesuksesan yang bisa kita capai tidak hanya karir, tetapi juga jodoh ‘teman sehidup semati’. Bagaimana cara sistematis meraih kesuksesan berjodoh tanpa mengesampingkan aspek2 kehidupan lainnya, kita akan menyimaknya di bab mendatang. Sekali dayung, lebih dari tiga pulau terlampaui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar