Kamis, 08 Desember 2011

Menuju Keluarga Sakinah, Mawadah, Warohmah 4


Semarakkan Dunia Dengan Pernikahan…
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ (Ar-Rum: 21)
Oleh sebab itu, menikah merupakan keharusan bagi setiap pribadi muslim yang berkemampuan dan takut terjerumus dalam perbuatan dosa. Siapa saja yang telah memiliki bekal menikah hendaknya ia segera menikah,karena dikhawatirkan ia terjatuh dalam perbuatan dosa.
Dasarnya adalah sabda RasuluLlah:
“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kamu yang memiliki kemampuan hendaknya ia segera menikah. Karena menikah itu akan lebih menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Barangsiapa yang belum mampu,maka ibadah shaum (puasa) merupakan salah satu peredam nafsu syahwat baginya. (Shahih Bukhari IX/106), Muslim IX/172).
Jangan sampai ia membiarkan syaithan menghembuskan ke dalam relung hatinya,sehingga ia merasa tidak mampu menikah,sementara orang-orang zaman sekarang sudah demikian rusak, urusan semakin rumit, dan biaya hidup semakin sulit. Dan jika ia telah membulatkan tekad untuk menikah, hendaklah ia melakukan shalat istikharah.
Kriteria Umum Memilih Calon Istri
Jika ia sudah melihat apa-apa yang mendorongnya menikahi calon istrinya, hendaklah ia ajukan lamaran dengan melihat beberapa kriteria berikut:
Pertama : Wanita yang dilamarnya hendaklah wanita shalihah. RasuluLlah bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat faktor: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan beruntung.” ( HR. Bukhari IX/132)
Kedua : Sebaiknya gadis perawan.
Ketiga : Bisa juga menikahi janda jika dilihat ada maslahatnya. Jabir menceritakan bahwa RasuluLlah pernah bertanya kepadanya: “Apakah engkau sudah menikah?” Jawabnya: ”Sudah”. Tanya beliau lagi, ”Dengan siapa?” jawabnya,”Dengan Fulanah binti Fulan, seorang janda di kota Madinah.” Beliau berkata, “Mengapa tidak dengan seorang gaids yang bisa engkau cumbu dan bisa mencumbumu, dapat engkau ajak tertawa, dan membuatmu tertawa?” Jabir berkata,”Wahai RasuluLlah, saya memiliki saudara-saudara perempuan yang berjiwa keras, saya tidak ingin membawa wanita yang keras juga kepada mereka. Janda ini saya harapkan mampu mengatasi persoalan tersebut.” Kata beliau,”Benar katamu”. (HR. Bukhari IX/121, Muslim X/56)
Keempat : Hendaklah menikahi wanita yang subur (diperkirakan dapat melahirkan banyak anak). Ini dapat diketahui dengan melihat ibu dan saudara perempuannya. RasuluLlah bersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur, sebab saya berbangga dengan jumlah kalian yang banyak” (HR. Nasai VI/65-66, Abu Dawud VI/47)
Melihat Calon Istri
Bilamana ia ingin menikahi wanita yang diidamkannya, ia boleh mencuri pandang melihatnya. Ia boleh melihat apa-apa yang dapat mendorongnya menikahi wanita idamannya itu. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, RasuluLlah bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu ingin melamar seorang wanita, maka jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya menikahinya, maka lakukanlah!” (HR. Abu Dawud VI/96-97. Al-Hakim berkata shahih menurut syarat Muslim)
Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: “Aku berniat melamar seorang wanita”. RasuluLlah bertanya kepadaku, ”Apakah engkau sudah melihatnya?” Jawabku,”Belum!” Beliau bersabda, ”Lihatlah dia, karena hal itu dapat melanggengkan rumah tangga kalian berdua.” (HR. An-Nasai VI/69-70. Al-Hakim berkata shahih menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim)
Melamar Calon Istri
Setelah itu, hendaklah ia maju melamar wanita pilihannya itu kepada walinya. Perlu diketahui, bahwa tidak sah nikah tanpa wali. RasuluLlah bersabda: “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal.. batal.. batal..” (HR. Abu Dawud VI/98-99, At-Tirmidzi IV/227-228, shahih).
Saat Melamar
Saat datang melamar, calon istri tidak dibenarkan berduaan (berkhalwat) dengannya sebelum resmi menikah kecuali disertai mahramnya. RasuluLlah bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang dari kamu berkhalwat dengan seorang wanita. Karena setan pasti menjadi pihak ketiganya.” (HR. At-Tirmidzi VI/283-284, Asy Syafii II/504-506, shahih). Juga sabda Nabi: “Tidak aku tinggalkan sesudahku sebuah fitnah (godaan) yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada fitnah wanita.” (HR. Bukhari IX/137, Muslim XVII/54)
Sikap Seorang Wali
Seorang wali hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama : memilih lelaki yang shalih dan bertaqwa bagi anak gadisnya. Sebab lelaki seperti itu bila ternyata mencintai anak gadisnya tentu memuliakannya, jika membencinya tidaklah menghinakannya. RasuluLlah bersabda: “Jika datang melamar anak gadismu seorang lelaki yang engkau ridhai agama dan akhlaqnya, maka nikahkanlah ia (dengan anak gadismu itu). Jika tidak, maka pasti akan terjadi fitnah (kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi IV/204, hasan)
Kedua : tidak mempermahal mahar. RasuluLlah bersabda: “Di antara keberkahan seorang wanita ialah yang mudah urusannya, dan murah maharnya.” (HR. Abu Dawud VI/77&91, Ibnu Hibban 1256, shahih) Perhatian ! Sesungguhnya telah tersebar luas di kalangan umat bahwa dahulu pernah ada seorang wanita yang memprotes Umar berkaitan dalam masalah mahar. Lalu Umar berkata,”Wanita itu benar dan Umar salah.” Cerita ini jelas tidak shahih. Al-Baihaqi berkata, “sanadnya terputus, dan tidak terlepas dari cacat yang merusak keshahihan hadits, berupa keterputusan sanad dan kelemahan yang sangat.”
Ketiga : meminta pendapat anak gadisnya dalam memilih calon suami. Dan dosa hukumnya jika wali memaksakan kehendaknya.
Tanda Persetujuan Seorang Gadis
Tanda persetujuan seorang gadis adalah diamnya karena ia malu. Adapun seorang janda, maka ia lebih berhak atas dirinya daripada walinya. RasuluLlah bersabda: “Seorang jadan tidak boleh dinikahkan sebelum ia dimintai izin, seorang gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuannya.” Para sahabat bertanya, “Wahai RasuluLlah, bagaimana tanda persetujuan seorang gadis?” Beliau menjawab, “Tanda persetujuannya adalah diamnya.” (HR. Bukhari IX/191, Muslim IX/202)
Suatu hal yang perlu diketahui, bahwa seorang ayah boleh menawarkan anak gadisnya kepada orang yang shalih dan baik agamanya. Hal itu tidak berarti merendahkan martabat dirinya dan anak gadisnya berdasarkan hadits dari Umar bin Khathab (HR. Bukhari IX/175-176, Muslim dan Nasai VI/83-84).
Malam Pertama
Ketika pertama kali pengantin pria menemui istrinya, dianjurkan melakukan perkara berikut:
Pertama : bercumbu rayu dengan penuh kelembutan. Misalnya dengan memberinya minum atau yang lainnya. Berdasarkan hadits Asm binti Yazid , ia berkata: ‘Saya merias ‘Aisyah untuk RasuluLlah. Setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau supaya menghadiahkan sesuatu kepada ‘Aisyah. Beliaupun dating lalu duduk di sisi ‘Aisyah. Kala itu beliau disodori segelas susu. Setelah beliau minum gelas itu, beliau sodorkan kepada ‘Aisyah. Tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan malu. Asma’ binti Yazid berkata: ‘Ambillah gelas itu dari tangan RasuluLlah’. ‘Aisyah pun meraih gelas itu dan meminumnya sedikit. (HR. Ahmad VI/438,453,458 )
Kedua : Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun mempelai wanita seraya mendoakannya. RasuluLlah bersabda: “Apabila salah seorang dari kamu menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka peganglah ubun-ubunnya, lalu bacalah basmaLlah serta doakanlah dengan doa barokah sembari mengucapkan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan wanita ini dan kebaikan yang Engkau berikan kepadanya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan wanita ini dan keburukan yang Engkau tetapkan untuknya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud 2160).
Ketiga : hendaknya ia melaksanakan sholat dua rakaat bersama mempelai wanita. Syaikh Al-Albany berkata: “Hal itu telah ada sandarannya dari kaum salaf. Diantaranya hadits Abu Sa’id maula (bekas budak) Abu Usaid , ia berkata: “Saya menikah ketika saya masih seorang budak. Kala itu saya mengundang beberapa orang sahabat Nabi, di antaranya Ibnu Mas’ud, Abu Dzar dan Hudzaifah. Abu Said melanjutkan: ‘Lalu tibalah waktu sholat, Abu Dzar bergegas maju untuk mengimami sholat. Tetapi mereka berkata:’Kamulah yang berhak’. Ia berkata: Apakah demikian? ‘Benar!’ jawab mereka. Akupun maju mengimami mereka sholat, ketika itu saya masih seorang budak. Selanjutnya mereka mengajari saya: ‘Jika istrimu nanti dating menemuimu, hendaklah kalian berdua sholat dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah kebaikan istrimu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya terserah kalian berdua…” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf I/50 & XII/43)
Walimah
Jika hari pernikahan telah tiba, lakukanlah hal berikut:
Pertama : Menyelenggarakan walimah.
Dari Abdurrohman bin ‘Auf, RasuluLlah berkata kepadanya: “Selenggarakanlah walimah, meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari IX/231, Muslim IV/215-216)
Kedua : Mengundang fakir miskin.
Acara walimah yang demikian itu lebih diterima di sisi Allah, insya’Allah, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan walima yang diundang untuk menghadirinya hanyalah prang-orang kaya, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Malik II/546/50, Bukhari IX/244)
Etika Mendatangi Walimah
Bagi yang diundang menghadiri acara walimaha, hendaklah memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama : Memenuhi undangan. Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan hal ini, yaitu: “Jika salah seorang dari kamu diundang menghadiri acara walimah, maka datangilah” (HR. Bukhari IX/240,246, Muslim 233, 234 )
Kedua : Jika yang diundang memiliki alasan yang kuat atau karena perjalanannya terlalu jauh hingga sangat menyulitkan, maka ia boleh tidak menghadirinya.
Ketiga : Tidak mengajak orang yang tidak diundang oleh tuan rumah.
Keempat : meninggalkan acara walimah jika melihat kemunkaran di dalamnya .
Menabuh Duff/Rebana
Pada hari pernikahan, dianjurkan agar ditabuh rebana. Ada dua faidah yang terkandung di dalamnya:
1. publikasi pernikahan.
2. menghibur kedua mempelai.
Hal itu berdasarkan hadits Muhammad bin Hathib, bahwa RasuluLlah bersabda: “Pembeda antara perkara yang halal dengan yang haram pada pesta pernikahan adalah tabuhan duff dan kumandang suara” (HR. An-Nasai VI/127-128, At-Tirmidzi IV/208-209, shahih) Al-Baghawi mengatakan bahwa ‘kumandang suara’ adalah publikasi acara pernikaha, gema dan penyebarluasannya di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dikatakan ‘kumandang suara si Fulan telah bergema di tengah masyarakat’. Yaitu: telah popular, waLlahu a’lam. Dilarang menggunakan seruling dan alat-alat musik lainnya, kendati masyarakat awam menganggap hal itu aneh. RasuluLlah pernah bersabda: “Sungguh, akan ada kelak di antara ummatku yang menghalalkan zina, khamr, dan alat musik” (HR. Bukhari, Al-Baihaqi X/221)
Bagi yang hadir, dianjurkan mendoakan keberkahan bagi kedua mempelai.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah , ia berkata: “Apabila RasuluLlah memberi selamat kepada seorang yang baru menikah, beliau mengucapkan: ‘Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan kepada apa-apa yang diberikan kepadamu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.’” (HR. Abu Dawud IX/166, At-TIrmidzi IV/213, hasan shahih)
Batasan Berbohong Kepada Istri
Seorang suami boleh berbonong kepada istrinya dalam rangka menyenangkan perasaan istrinya dan dalam rangka memperdalam rasa kasih sayang antara keduanya. Hal itu berdasarkan hadits Ummu Kaltsum binti Uqbah , ia berkata: “Belum pernah RasuluLlah membolehkan dusta sedikitpun, kecuali dalam tiga keadaan, beliau mengatakan: ‘Aku tidak menganggap dusta: Seorang yang mendamaikan antara manusia, ia mengatakan sesuatu yang tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki hubungan manusia. Begitu pula seorang yang mengatakan sesuatu dalam peperangan. Dan juga seorang suami yang mengatakan sesuatu untuk istrinya, serta seorang istri yang mengatakan sesuatu untuk suaminya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan: “Adapun masalah berbohongnya suami kepada istrinya dan berbohongnya istri kepada suaminya adalah dalam kaitannya mengungkapkan rasa cinta, janji-janji yang tidak mengikat dan sejenisnya. Adapun bohong yang berbau tipu muslihat untuk menghalangi hak salah satu dari keduanya atau dalam rangka merampas yang bukan haknya, maka hal itu haram hukumnya menurut kesepakatan kaum muslimin”
Saat Pulang dari Safar
Jika seorang lelaki kembali dari safar, hendaklah terlebih dahulu ia menuju masjid untuk mengerjakan sholat dua rakaat. Yang demikian itu merupakan sunnah Nabi, sebagaimana yang diceritakan oleh Ka’ab bin Malik dalam sebuah hadits yang panjang, yaitu ketika ia tidak turut serta ke peperangan Tabuk. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari.
Kemudian, hendaklah ia mengutus seseorang kepada keluarganya untuk mengabarkan kepulangannya agar mereka dapat bersiap-siap menyambutnya. Malam itu, hendaknya ia tidak langsung tidur sebelum melayani istrinya jika ia mampu, berdasarkan hadits RasuluLlah: “Janganlah tergesa-gesa hingga kamu dapat datang pada waktu malam -Isya’-, supaya ia(istri) sempat menyisir rambut yang kusut dan mencukur bulu kemaluan. Selanjutnya hendaklah engkau menggaulinya.” (HR. Bukhari IX/121,243, Muslim X/53-54)
Hendaklah para suami menunaikan hak istri berkaitan dalam masalah kebutuhan biologis ini. Janganlah menyibukkan diri dengan ibadah sholat, shoum, apalagi dengan hal-hal selain ibadah sehingga ia lupa memenuhi kebutuhan biologis istrinya. Jika hal itu benar-benar terjadi, maka ia telah melanggar petunjuk Nabi.
Kiat Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga
Memperlakukan istri dengan baik merupakan perkara yang dianjurkan oleh syariat. Seorang suami wajib memperlakukan istrinya dengan baik serta banyak bersabar dan lapang dada dalam menghadapinya, apalagi jika usia istri masih belia.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi: “Sesungguhnya orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya. Dan yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. At-Tirmidzi IV/325, Ahmad II/250,472)
Di antara bukti kesempurnaan iman adalah memberi nafkah kepada keluarga (anak dan istri). Tidak membiarkan mereka hingga terlantar tak terurus. Sebab hal itu merupakan kedhaliman yang sangat besar. Berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr, RasuluLlah bersabda: “Cukuplah seseorang menuai dosa apabila ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungan keluarganya” (HR. Abu Dawud II/132, Ahmad II/160,shahih)
Jika si suami adalah seorang yang kikir terhadap anak dan istrinya, maka si istri boleh mengambil harta suaminya tanpa sepengetahuannya, dengan syarat harus digunakan secara baik, bukan untuk menghambur-hamburkannya, sebab hal itu adalah kadhaliman, berdasarkan hadits mengenai Hindun Ummu Mu’awiyyah yang mengadukan perlakuan suaminya yang pelit, dan kemudian RasuluLlah menyuruhnya untuk mengambil sedikit harta suaminya untuk memenuhi kebutuhan dia dan anak-anaknya.
Berpura-pura terhadap kaum wanita termasuk sikap lelaki yang bijak. Kadangkala seorang lelaki menyembunyikan sesuatu yang apabil diungkapkannya dengan terus terang kepada istrinya maka suasana akan bertambah kacau. Hal ini harus dimalumi karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. RasuluLlah bersabda:
“Berbuat baiklah kepada kaum wanita. Sebab mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Yang paling bengkok dari tulang rusuk itu adalah bagian atasya. Jika engkau berusaha meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya, jika dibiarkan maka ia akan tetap bengkok. Maka dari itu, berbuat baiklah kepada kaum wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Khutbah Nikah
Dianjurkan agar disampaikan khutbah nikah menjelang akad nikah, yang demikian itu adalah sunnah Nabi.
Hak-hak Suami Istri
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri banyak sekali dan sangat agung. Karena demikian agungnya hak tersebut, RasuluLlah sampai bersabda: “Sekiranya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada lainnya, niscaya akan kuperintahkan seorang istri sujud kepada suaminya” (HR. At-Tirmidzi IV/323, Ibnu Hibban 1291)
Menaati suami adalah kewajiban istri. Jika si istri durhaka dan merajalela dalam kedurhakaannya, maka ia jatuh dalam kemurkaan Allah hingga suaminya ridha. Dalam hal ini, RasuluLlah bersabda:
Beberapa hak suami atas istri:
Senantiasa ditaati dalam perkara ma’ruf. Jika suami menyuruh melakukan perbuatan haram, maka ia harus menolaknya, berdasarkan hadits RasuluLlah:
‘Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah pada perkara ma’ruf’
Jika suami menyuruh meninggalkan amal-amal sunnah (tidak wajib), misalnya shaum atau sejenisnya, maka ia harus mematuhinya. Jika tidak, ia berdosa dan ibadah shaumnya tertolak. Karena mungkin saja suaminya membutuhkan dirinya lalu terhalang gara-gara shaum. Maka dari itu, ia wajib meminta izin kepada suami sebelum mengerjakannya. Adapun ibadah wajib, maka tidak boleh ditinggalkan sama sekali, walaubagaimanapun kondisinya. Berdasarkan sabda Nabi: “Tidak halal bagi seorang istri mengerjakan shaum sebelum mendapat izin dari suaminya, kecuali shaum Ramadhan” (HR. Bukhari IX/293-295, Muslim)
Saya nasehatkan kepada suami istri agar jangan saling menyempitkan dalam hal ini. Hendaknya seorang suami senang dan ridha bila istrinya seorang yang rajin beribadah. Janganlah ia halangi kecuali bila ia sangat membutuhkan istrinya.
Saat suami tidak berada di rumah, janganlah ia mepersilakan masuk ke dalam rumah suaminya, orang-orang yang bukan mahram atau orang-orang yang dibenci suaminya, meskipun masih tergolong mahram. Berdasarkan sabda RasuluLlah:
“’Janganlah kalian masuk menemui kaum wanita’ . Seorang Anshar bertanya ‘Wahai RasuluLlah, bagaimana dengan saudara ipar?’ RasuluLlah menjawab, ‘Saudara ipar itu laksana maut (lebih berbahaya lagi)’”
Maksudnya di sini adalah saudara ipar dari pihak suami, karena ia bukan termasuk mahram.
Istri tidak boleh keluar dari rumah suaminya, kecuali dengan izinnya. Jika hal itu dilakukannya, maka ia jatuh dalam perbuatan maksiat dan berhak mendapat hukuman.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (32/281) berkata: “Seorang istri tidak dibolehkan keluar dari rumah suaminya, kecuali dengan izinnya. Dan tidak seorangpun boleh mengambilnya dari rumah suaminya atau menghalanginya dari suaminya. Meskipun si istri bekerja sebagai ibu susu atau bidan atau yang lainnya. Jika ia keluar dari rumah suaminya tanpa izin darinya, maka ia termasuk nasyizah (istri yang durhaka), telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berhak mendapat hukuman”
Memelihara harta suaminya, janganlah ia pergunakan tanpa seizing suami dan janganlah ia keluarkan tanpa sepengetahuannya.
Seorang istri harus melayani suaminya di rumah. Ia jga harus membantu suami dalam mencari nafkah yang halal. Hal itu sangat menolong si suami untuk berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya, terutama bila kesibukan si suami berkaitan dengan ilmu. Seorang istri yang shalihah adalah istri yang tidak menyibukkan suami dengan urusan dunia, namun membantu suaminya untuk urusan akhirat. Dan melayani suami hukumnya wajib atas seorang istri menurut pendapat ulama yang terpilih. Akan tetapi khidmah tersebut harus dalam perkara ma’ruf dan sesuai dengan kemampuan istri.
Si istri wajib mensyukuri kebaikan suami kepada dirinya, janganlah ia ingkari kebaikan tersebut. Karena hal itu akan mendatangkan kemurkaan Allah, berdasarkan sabda Nabi: “Allah tidak akan melihat istri yang tidak mensyukuri suaminya sementara ia senantiasa membutuhkannya” (HR. Nasai, shahih)
Rasul pun bersabda: “Minoritas penghuni jannah adalah kaum wanita” (HR. Muslim, Ahmad IV/327,336,443, shahih)
Setiap istri yang menyakiti suaminya pasti dikutuk oleh para bidadari jannah , ia berada di tepi jurang kehancuran jika ia terus berbuat seperti itu, berdasarkan sabda Nabi: Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya dari kalangan bidadari jannah akan berkata:’Janganlah sakiti dia! Semoga ALlah membinasakanmu! Ia hanyalah singgah sementara pada dirimua dan tidak lama lagi akan pergi meninggalkanmu untuk kembali kepada kami! ” (HR. at-Tirmidzi IV/338, Ibnu Majah I/621, shahih)
Beberapa hak istri yang wajib ditunaikan suaminya:
Hendaklah seorang suami membantu istrinya dalam menaati Allah. Hendaklah ia mengajarkan tauhid, ibadah dan ilmu-ilmu lainnya kepada istrinya.
Punya rasa cemburu terhadap istrinya. Tidak menjerumuskannya ke dalam perkara yang merobek kehormatannya. Makna cemburu bukanlah berburuk sangka terhadap istri hingga meragukan kejujurannya serta terus mencari-cari kesalahannya. Hal seperti ini justru dilarang.
Mencukupi kebutuhan istri dengan baik. Memenuhi keinginannya selama masih dalam batas-batas yang dibolehkan syariat. Dan berlaku lemah lembut kepadanya, terutama bila istrinya masih muda belia.
Memberi nafkah kepadanya dan anak-anaknya, janganlah ia sempitkan nafkah mereka jika ia punya kelapangan. Adapun jika si suami sendiri hidupnya pas-pasan dan serba kekurangan maka si istri tidaklah layak bersikap banyak menuntut dan menyulitkan suaminya.
Adapun jika si suami punya kemampuan financial lebih, akan tetapi membatasi nafkah istri, maka si istri boleh mengambil harta suaminya diam-diam untuk kebutuhan dirinya dan anak-anaknya (seperti dalam hadits Hindun binti Uqbah di depan).
Jika si suami telah mencukup kebutuhan istrinya, lalu dia melihat pembangkangan pada istrinya, maka si suami wajib memberi pelajaran kepadanya. Jika ia terus larut dalam kedurhakaannya itu dan tidak lagi mengindahkan perintah suami dalam perkara ma’ruf, maka si istri tergolong nasyiz (durhaka). RasuluLlah bersabda:
“Pukullah mereka (para istri yang durhaka) dengan pukulan yang tidak menyakitkan” (HR. Muslim 1218, Abu Dawud 1905, An-Nasai 2713, shahih)
Jika seorang suami memukul istrinya (yang durhaka) sebagaimana yang telah disebutkan kriterianya, hendaklah ia tidak memukul wajah, sebab yang demikian itu haram hukumnya. Dalam beberapa hadits disebutkan: “Janganlah memukul wajahnya dan jangan pula menjelek-jelekkan istri, dan janganlah berpisah ranjang darinya kecuali di dalam rumah” (HR. Abu Dawud II/244-245, Ibnu Majah I/568, shahih)
Walaubagaimanapun kemarahan seorang istri, janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya. RasuluLlah bersabda: “Wanita mana saja yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya aroma jannah” (HR. Abu Dawud 2226, At-Tirmidzi 1187, shahih) Sabda Nabi, ‘tanpa ada alasan yang benar’ adalah keluasan bagi kaum wanita, sehingga kaum lelaki tidak berbuat sesuka hati.
Adapun mengenai hadits yang dinisbatkan kepada RasuluLlah, bahwa beliau bersabda: ”Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak (cerai)” , adalah sama sekali tidak shahih. Syaikh Al-Albany menyatakannya dhaif , seperti yang dijelaskan dalam Dha’if Al-Jami’ (I/66/44)
Adab-adab Bercumbu
Bagi mempelai pria dianjurkan bersiwak (menggosok gigi) terlebih dahulu sebelum mencumbu istrinya. Supaya mulut tetap bersih, sebab jika tidak, barangkali dari mulutnya akan keluar bau yang tidak sedap. Begitu pula dengan mempelai wanita
Adab-adab Bersenggama
Pria boleh menggauli istrinya dengan cara bagaimanapun yang disukainya,asalkan pada satu tempat, yaitu kemaluannya. Berdasarkan sabda RasuluLlah: “Silakan menggaulinya dari arah depan atau belakang, asalkan pada farjinya (kemaluannya)” (HR. Bukhari VIII/154, Muslim IV/156)
Apabila suami telah melepaskan hajat bologisnya, janganlah tergesa-gesa bangkit hingga si istri melepaskan hajatnya juga. Sebab, cara seperti ini daoat melanggengkan keharmonisan dan kasih saying antara keduanya. Dan bila si suami mampu mengulangi permainan sekali lagi, maka hendaklah ia berwudhu terlebih dahulu sebelum memulai kembali. Berdasarkan sabda Nabi: “Jika seseorang di antara kamu menggauli istrinya, kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu terlebih dahulu.” (HR. Muslim I/171, Abu ‘Awanah I/280)
Apa yang Mesti Dilakukan Seorang Wanita bila Masa Haid telah Berlalu?
Suami bebas melihat aurat istri dan begitu pula dengan istrinyapun. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Saya dan RasuluLlah pernah mandi junub bersama dalam satu (bejana) air” (HR. Bukhari I/362-364, Muslim IV/2-4)
Adapun hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah, yang berbunyi: “Saya tidak pernah sama sekali melihat aurat RasuluLlah” adalah hadits batil. Dari tiga sanad, masing-masing karena ada perawi pendusta dan pemalsu hadits, seorang majhul, dan perawi pendusta.
Bukti kebatilannya adalah sabda Nabi: “Jagalah auratmu, kecuali terhadap istrimu dan budak sahayamu” (HR. Abu Dawud 4017, At-Tirmidzi 2794)
Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
Seorang mukmin diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Jika pandangannya tertuju pada seorang wanita, hendaklah ia cepat-cepat memalingkan pandangannya. Jika ia tergoda lantaran pandangannya itu, hendaklah ia mendatangi istrinya hingga gejolak syahwatnya dapat diredam.
Apabila seorang suami berhubungan intim dengan istrinya, maka ia mendapat pahala, berdasarkan sabda Nabi: “Dan bila kamu menyetubuhi istrimu juga terhitung shadaqah.
Para shahabat bertanya: “Wahai RasuluLlah, apakah salah seorang dari kami menyalurkan syahwatnya juga mendapat pahala?” Nabi menjawab, ‘Bukankah jika ia menyalurkan syahwatnya kepada perkara yang haram ia berdosa? Demikian sebaliknya jika ia menyalurkan kepada perkara yang halal, tentunya ia mendapat pahala’” (HR. Muslim VII/91-92 Abu Dawud dan Ahmad V/154,167,168)
Dilarang menyebarkan rahasia hubungan suami istri dan apa yang terjadi saat berhubungan intim. Demi Allah, fitrah manusia tentunya menolak penyebaran hal tersebut bahkan menganggapnya sebagai perbuatan keji, meskipun anggapan tersebut tidak disertai dalil. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dari RasuluLlah: ”Sesungguhnya seburuk-buruk manusia di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seorang lelaki yang berhubungan intim dengan istrinya, kemudian ia menyebarluaskan rahasia hubungan intim tersebut” (HR. Muslim dan Ahmad III/69, Al-Baihaqi VII/193-194)
Beberapa Pantangan
Haram menggauli istri pada duburnya (anusnya) atau menggaulinya ketika ia sedang haid. RasuluLlah bersabda: “Barangsiapa menggauli istrinya dalam keadaan haidh, berarti ia telah kafir terhadap ajaran yang diturunkan kepada Muhammad” (HR. Abu Dawud IV15, At-Tirmidzi I/418-419
Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Hal Kebutuhan Biologis
Jika seorang suami meminta istrinya untuk melayani dirinya, maka si istri wajib memenuhi permintaannya tanpa menunda-nunda, sekalipun ia tidak punya hasrat untuk berhubungan intim, berdasarkan sabda Nabi: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang istri belum terhitung memenuhi hak Rabb-nya hingga ia memenuhi hak suaminya, ia harus memenuhi permintaan suaminya sekalipun saat itu ia berada di atas pelana” (HR. Ahmad IV/381,Ibnu Majah I/570, shahih)
Jika suami mengajak berhubungan intim lalu ditolak oleh istrinya, maka para malaikat akan melaknat si istri hingga fajar menyingsing. Hal ini berdasarkan sabda RasuluLlah:
“Apabila seorang istri bermalam dengan menjauhi ranjang suaminya, maka para malaikat akan melaknatnya hingga tiba waktu subuh.” (HR. Bukhari IX/293-294, Muslim X/7)
Berupaya Mendapatkan Keturunan
Berupaya mendapatkan keturunan merupakan maksud yang sangat agung dari sebuah pernikahan. Karena hal itu merupakan salah satu usaha mempertahankan komunitas bani Adam.
Cemburu Adalah Karakter Kaum Wanita
Cemburu adalah pembawaan kaum wanita. Tak jarang kaum wanita cemburu gara-gara perkara sepele. Oleh karena itu, seorang suami harus jeli memperhatikan karakter kaum hawa ini, jangan sampai salah langkah dalam meluruskannya. Dahulu istri-istri nabi juga cemburu, apalagi wanita-wanita zaman sekarang yang banyak dikuasai setan.
Doa ketika Hendak Bersenggama
Selanjutnya, ketika akan menggauli istrinya, hendaklah ia membaca doa:
“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah aku dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepadaku.” (HR. Bukhari IX/228, Muslim X/5) Maka apabila Allah menetapkan lahirnya seorang anak dari hubungan antara keduanya, niscaya setan tidak akan membahayakannya selama-lamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar